Senin, 07 November 2016

Loving As Much As You Can

Saya mungkin tipe orang yang paling ga bisa menyembunyikan rasa ketidaksukaan saya pada sesuatu. Ya, entah outputnya muka saya berubah tak bersahabat (kabayang lah cetakan muka saya yang jutek tambah ga bersahabat) atau saya biasa berkata pedas pada yang bersangkutan. Ya, itu dulu saat saya kemudian sadar bahwa apa yang saya lakukan tidak baik.
Seperti semua hal yang kerap berproses, saya yakin sikap akan berubah seiring berjalannya waktu. Mungkin saya dulu pemalu, lalu sekarang gemetar saya tak sekencang dulu setiap kali saya diminta berbicara di depan umum. Dengan catatan, ini sikap ya bukan sifat yang sudah mendarah daging dari orok. Ok, melihat apa yang saya sampaikan diawal. Yup saya dulu adalah orang yang sangat pedas, baik muka baik kata2 dan entah berapa ribu orang yang kemudian curhat pada yang lain bahwa saya orang yang egois dan emosional. Hehee,
Seingat saya, saya pernah memposting saat saya begitu sakit hati ketika salah seorang teman berkomentar "makanan ini tidak enak" pada foto makanan yang saya posting di sosmed. Saya merasa marah karena saya mengobrol banyak dengan si ibu yang buat makanannya, betapa ramah dia dan betapa dia membuat makanan itu penuh cinta dan tulus. Saya memilih untuk tidak membalas komentar itu pada akhirnya, karena kemudian saya sadar bahwa terkadang persepsi setiap orang itu berbeda. Menurut saya enak, menurut dia tidak, saya mengobrol banyak dengan sang pembuat sedangkan dia tidak.
Sejak saat itu saya mulai sadar jika tidak selamanya apa yang kita pikirkan ternyata tidak sama dengan apa yang orang pikirkan, dan saya tidak berhak memaksakan itu. Wong ibu bapaknya beda, lingkungannya beda ya piye to? Dan sejak saat itu pula saya mau belajar untuk mencintai lebih banyak dibanding membenci lebih banyak.
Sebagai contoh, saya adalah pecinta mata pelajaran eksak. Im freaking love chemisty biology and (sedikit) fisika dan entah kenapa dari saya SD saya sangat tidak suka pelajaran yang mengharuskan saya menghapal, seperti pelajaran sosial (beruntung saya sempat jatuh cinta pada sejarah saat SMA). Dan sampai sekarang itu telah saya tanamkan begitu dalam di benak saya, sampai saya memutuskan untuk melanjutkan kuliah dan bertemu dengan matakuliah eksak dan sosial.
Ya, saya kembali bertemu kimia si cinta pertama saya di SMA namun kemudian harus bertemu dengan ekonomi yang menurut saya mata pelajaran yang what-the-hell-it-is. Saya menyelesaikan kimia dengan sangat mulus sedangkan ekonomi seakan ratusan polisi tidur mengganggu jalan yang saya lalui. Saya kemudian berpikir, saya telah terlalu lama menanamkan dalam benak saya mana yang saya tidak suka dan mana yang saya suka sehingga otak saya terpengaruh. Saya akan semangat belajar kimia, tapi ekonomi? Halooow, "i have so many time to spend with the other activities" itu yang ada di benak saya. Tapi kemudian saya gelengkan kepala, mindset demikian tidak akan membuat saya maju. Seharusnya saya tak banyak membenci tapi banyak mencintai. Ya termasuk dalam masalah ini, saya harus mulai mencintai semua hal agar jalan saya mulus serta memandang hal positif tak hanya dari 1 sisi. Akhirnya saya jadikan target dan bertekad : saya akan mendapatkan nilai sangat baik dalam ekonomi, ya seperti mata pelajaran eksak!
Saya masih harus banyak tentang mencintai sebanyak-sebanyaknya, orang terdekat saya pernah berkata "yang penting kita berproses dan punya progres". Do you know what i mean? If you do, lets loving as much as we can..

Xoxo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar